Arti Al Ilmu Bila Amalin Kasyajari Bila Tsamarin

Mahfudzat al ilmu bila amalin kasyajari bila tsamarin artinya Ilmu Tanpa Amal Seperti Pohon Tanpa Buah. Kata mutiara ini merupakan salah satu mahfudzat tentang pentingnya mengamalkan ilmu yang sudah dipelajari.

Berikut pembahasan lengkap mengenai Mahfudzat al ilmu bila amalin kasyajari bila tsamarin artinya Ilmu Tanpa Amal Seperti Pohon Tanpa Buah.

Tulisan Al Ilmu Bila Amalin Kasyajari Bila Tsamarin

العِلْمُ بِلَا عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلَا ثَمَرٍ

Al-‘Ilmu bilaa ‘amal kasy-Syajar bilaa tsamar.

Arti العِلْمُ بِلَا عَمَلٍ كَالشَّجَرِ بِلَا ثَمَرٍ

Arti Al Ilmu Bila Amalin Kasyajari Bila Tsamarin:

Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah.

Penjelasan Ilmu Tanpa Amal Bagaikan Pohon Tanpa Buah

Penjelasan hadits al ilmu bila amalin

Ungkapan Al Ilmu Bila Amalin Kasyajari Bila Tsamarin ini menarik. Pohon yang memiliki buah biasanya nilai manfaatnya ada pada buahnya.

Bila buah yang biasa ditunggu-tunggu tidak datang atau malah tidak berbuah sama sekali di setiap musimnya, maka akan dianggap sebagai pohon yang tidak bermanfaat.

Demikian pula perumpamaan orang berilmu yang tidak mau mengamalkan ilmunya. Sebanyak apa pun ilmunya, tidak bermanfaat bagi dirinya. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diiringi dengan amalan.

Dalam kaitannya dengan ilmu syar’i atau ilmu agama, ada konsekuensi serius bagi orang yang tidak mau mengamalkan ilmunya. Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat.

Banyak dalil dalam al-Quran dan As-Sunnah serta perkataan para ahli ilmu yang mewajibkan orang berilmu untuk mengamalkan ilmunya serta memperingatkan dari ilmu yang tidak diamalkan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ -٢- كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ -٣-

Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?

(Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. [Ash-Shaff: 2-3]

Allah Ta’ala juga berfirman,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ -٤٤-

Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti? [Al-Baqarah: 44]

Rasulullah ﷺ telah menjelaskan bahwa orang berilmu akan ditanya tentang ilmunya pada hari kiamat, apa yang dia lakukan dengan ilmu tersebut. Imam At-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Abu Barzah Al-Aslami, dia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلَاهُ

Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat hingga dia ditanya tentang umurnya dihabiskan dalam hal apa, dan tentang ilmunya, apa yang dia lakukan dengannya, tentang hartanya darimana dia dapatkan dan dia pergunakan dalam hal apa, serta tentang badannya dalam hal apa tubuhnya dia gunakan.” [Hadits riwayat At-Tirmidzi di dalam Shahih At-Tirmidzi no. 2417]

Kemudian hadits lainnya, Imam Muslim meriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ

“Didatangkan seorang pria pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka sehingga ususnya keluar dari perutnya. Dengan kondisi seperti itu dia berputar-putar sebagaimana himar berputar pada alat penggilingan gandum.

Lalu para penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya,”Hai fulan. Ada apa denganmu? Bukankah dahulu kamu memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?”

Pria tadi kemudian menjawab,”Ya benar. Aku dahulu telah memerintahkan kepada kebaikan namun tidak aku kerjakan dan aku telah melarang dari kemungkaran namun aku lakukan.” [Hadits riwayat Muslim, no. 2989]

Oleh karenanya, para sahabat radhiyallahu ‘anhum meskipun memiliki ketakwaan dan telah berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah, masih merasa takut, besok pada hari kiamat akan ditanya tentang ilmunya, apakah dia mengamalkannya atau tidak?

Baca juga: Utlubul ilma minal mahdi ilal lahdi artinya

Pentingnya Mengamalkan Ilmu

Tulisan Arab Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah

Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,

لاَ تَكُوْنُ عَالِمًا حَتَّى تَكُوْنُ بِاْلعِلْمِ عَامِلاً

“Kamu tidak akan menjadi orang yang berilmu hingga kamu mengamalkan ilmu tersebut.” [Akhlaqul ulama’, Al-Ajuri, hal.57]

Hal ini karena buah ilmu adalah amal. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dilihat pengaruhnya oleh orang-orang pada pemilik ilmu tersebut, cahaya di wajahnya, rasa takut di hatinya, istiqamah dalam perilakunya, jujur kepada Allah, kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. [Ar-rasul wal ‘ilm, Dr. yusuf Al-Qardhawi, hal. 73]

Al-Khathib al-Baghdadi telah meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan Al-Bashri bahwa dia berkata, “Dahulu ada seseorang yang menuntut ilmu, tidak lama kemudian terlihat ilmu tersebut pada kekhusyu’annya, perilakunya, perkataannya, penglihatannya dan tangannya.” [Al-Jami’ Li Akhlaqir rawi wa Adabis Saami’, 1/ 142][i]

Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa semangat seseorang dalam menuntut halmu harus diiringi pula dengan semangat untuk mengamalkannya. Harus ada keseimbangan. Kalau tidak tentu akan menjadi malapetaka.

Kalau orang tidak mau menuntut ilmu berarti dia telah meninggalkan sebuah kewajiban besar dalam Islam. Ini juga berdosa. Menuntut ilmu namun tidak ada konsistensi sama sekali dengan ilmu yang dimiliki juga akan menjadi masalah di kemudian hari.

Para ulama Salaf adalah contoh yang agung tentang berpadunya semangat menuntut ilmu dengan semangat mengamalkannya. Buahnya adalah ilmunya sangat berkah dan bermanfaat bagi mereka sendiri dan juga umat Islam.

Contoh Mempraktekkan Ilmu Yang Dipelajari

Tulisan Arab al ilmu bila amalin artinya

Salah satu contoh ulama yang seimbang antara menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah Imam Ahmad rahimahullah.

Imam Ahmad berkata,” Aku tidak pernah menulis satu pun hadits Rasulullah ﷺ kecuali hadits tersebut sudah aku amalkan. Ketika aku menjumpai hadits:

Sesungguhnya Rasulullah pernah berobat dengan berbekam dan memberi upah Abu Thaibah satu dinar.” [Hadits riwayat Al-Bukhari (4/380), Muslim (10/242), Malik (2/974), Ad-Darimi (2/272) dan Ahmad (3/100,174 dan 182)]

Maka aku pun telah mempraktekkannya dengan memberikan upah satu dinar kepada tukang bekam.”[ii]

Perlu diketahui Imam Ahmad hafal satu juta hadits menurut Imam Abu Zur’ah Ar-Razi. Bisa dibayangkan, betapa kuatnya tekad Imam Ahmad dalam menghafal hadits dan mengamalkannya. Kemudian sekedar informasi, 1 dinar itu senilai dengan 4,25 gram emas.

Kalau sekarang (28 Juli 21) harga emas per 1 gram adalah Rp. 940.000. dengan demikian 1 dinar setara dengan Rp. 3.995.000. Padahal kalau kita mengundang tukang bekam pada hari ini ke rumah kita, paling ongkosnya hanya Rp.100.000.

Alangkah terkejutnya tukang bekam kalau dia tiba-tiba dibayar sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ. Kebanyakan dari kita akan sangat berat untuk menjalankan sunnah ini.

Entah karena nggak punya uang atau karena semangat menjalankan sunnahnya memang belum setingkat Imam Ahmad. Kalau sunnah berbekamnya sudah banyak yang melakukan.

Yang belum pernah kita dengar adalah sunnah membayar tukang bekam senilai itu. Dan itu memang cuma sekali terjadi. Tidak terus menerus. Ini pun kita berat melakukannya.

Al Ilmu Bila Amalin Adalah Hadits?

Banyak yang menyangka bahwa ungkapan Al Ilmu Bila Amalin adalah hadits. Yang benar, ini bukanlah hadits. Ini adalah mahfudzat atau kata mutiara. Wallahu a’lam.

Tulisan Al Ilmu Bila Amalin Kasyajari Bila Tsamarin by MuslimSolo.com


[i] Adabu Thalibil ‘ilmi, Dr. Anis Ahmad Kurzun, hal. 32-34.

[ii] 60 Biografi Ulama Salaf, Dr. Ahmad Farid, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, hal. 447.

Leave a Comment