Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin adalah mahfudzat yang berkaitan dengan pentingnya kesabaran bagi setiap individu muslim.
Bagaimana kesabaran dapat membantu setiap amalan. Apa arti mahfudzat tersebut? Bagaimana penjelasannya?
Tulisan ini mengupas semua hal itu.
Tulisan Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin
Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin
Arti Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin
“Sabar itu akan membantu untuk melakukan segala amalan.”
الصَّبْرُ | Sabar itu |
يُعِيْنُ | membantu |
عَلىَ | atas |
كُلِّ | segala / setiap |
عَمَلٍ | amalan |
Penjelasan Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin
Sungguh benar ungkapan ini. Tidak satu aktifitas manusia pun pasti membutuhkan kesabaran. Baik baik urusan dunia maupun terkait urusan agama dan akhirat.
Untuk dapat melaksanakannya dengan sebaik-baiknya dan setuntas-tuntasnya kesabaran menjadi kunci utamanya.
Tanpa ada kesanggupan untuk menanggung semua beban amal perbuatan tersebut, maka tidak akan pernah ada amalan atau aktifitas yang akan berjalan dengan baik sesuai tuntutan keadaannya.
Baca juga: Maksud Man Saara Ala Darbi Washala
Contoh Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin
Pada aplikasinya, mahfudzat ini dapat digunakan dalam banyak hal. Berikut beberapa contohnya:
Dalam bekerja
Dalam hal bekerja misalnya, seseorang dituntut untuk bersabar dalam menanggung seluruh kepayahan dalam mencari rezeki yang halal, dengan cara yang baik, sesuai kemampuannya.
Tanpa ada kesabaran yang tinggi, bisa dipastikan orang akan malas bekerja keras dan cenderung untuk mencari jalan pintas yang dilarang agama maupun hukum negara.
Salah satunya dengan cara mendapatkan harta sebanyak mungkin, dengan cara yang semudah-mudahnya. Apapun bentuknya.
Dalam Menuntut Ilmu
Dalam proses mencari ilmu baik ilmu dunia maupun ilmu agama juga sama saja.
Butuh kesabaran yang sangat kuat agar seseorang berhasil menuntaskan pendidikannnya di setiap jenjang yang ada.
Baca juga: Penjelasan Man Shabara Zhafira
Dalam Urusan Akhirat
Dalam kaitannya dengan urusan akhirat yaitu mendapatkan nikmat berupa bebas dari fitnah dan adzab kubur serta masuk surga tanpa proses hisab itu juga membutuhkan kesabaran yang tinggi saat di dunia ini.
Hal ini karena memang tabiat surga itu dikelilingi dengan segala hal yang tidak disukai oleh hawa nafsu sedangkan neraka itu diliputi oleh segala hala yang disukai oleh hawa nafsu.
Konsekuensinya, butuh kesabaran besar untuk mampu menanggung seluruh kesulitan akibat menapaki jalan menuju surga yang penuh dengan segala yang tidak mengenakkan hati dan tidak disukai jiwa manusia.
Tidak mengherankan bila jalan menuju surga itu sunyi dan sepi, tidak banyak yang menapaki.
Sebab, memang tidak enak untuk dilalui, tidak nyaman di hati, penuh dengan beban derita dan duka lara karena banyak cobaannya.
Demikian pula, butuh kesabaran yang sangat kuat untuk bisa mengendalikan syahwat. Bagaimana agar tidak lepas kendali yang bisa berakibat menyeret seseorang ke jurang api neraka yang sangat dalam.
Mengendalikan syahwat jelas bukan perkara mudah karena memang disukai jiwa manusia, ringan, menyenangkan dan banyak yang melakukannya.
Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diselimuti oleh hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa manusia) dan neraka itu diselimuti oleh berbagai syahwat (yang disukai jiwa manusia).” [Hadits shahih riwayat Ibnu Hibban (716)]
sedangkan dalam riwayat lain Rasulullah ﷺ bersabda,
حُجِبَتِ النَّارُ بالشَّهَواتِ، وحُجِبَتِ الجَنَّةُ بالمَكارِهِ.
“Neraka itu ditutupi oleh berbagai syahwat dan surga itu ditutupi oleh perkara-perkara yang tidak disukai (jiwa manusia).” [Hadits riwayat Al-Bukhari (6487) dan Muslim (2823)]
Agar mampu untuk masuk surga maka setiap orang harus membuka tutup tersebut dengan melakukan segala jenis amal ketaatan kepada Allah ta’ala.
Setiap amal harus dilakukan dengan penuh keikhlasan dan bersabar menanggung segala beban dan konsekuensinya.
Dan sebaliknya, agar tidak terjerumus ke dalam neraka, maka harus bersabar untuk menahan syahwat. Yakni, dengan cara menjauhi segala perbuatan atau amalan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Inilah rahasianya mengapa sabar itu membantu untuk melakukan segala perbuatan. Sabar akan memudahkan pelaksanaan segala perbuatan.
Inilah hikmah mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang beriman agar mememinta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat.
Hikmahnya, agar mereka mampu menjalani kehidupan ini secara istiqamah sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, [Al-Baqarah: 45]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menerangkan maksud ayat ini dalam tafsirnya dengan mengatakan, “Allah Ta’ala telah memerintahkan agar meminta pertolongan dalam segala urusan mereka dengan sabar dalam segala bentuknya.
Yaitu sabar untuk mentaati Allah sampai ketaatan itu terlaksana, sabar dari bermaksiat kepada Allah sampai kemaksiatan tersebut ditinggalkan, dan sabar terhadap takdir Allah yang terasa menyakitkan (berupa musibah) sehingga tidak marah terhadap takdir tersebut.
Jadi, dengan bersabar dan menguatkan jiwa untuk mentaati apa yang Allah perintahkan untuk bersabar terhadapnya, merupakan bantuan yang sangat besar bagi segala perkara. Siapa saja yang terus berusaha bersabar maka Allah akan menjadikannya orang yang sabar.” [Tafsir As-Sa’di: 42]
Dari tafsir Syaikh As-Sa’di terhadap ayat ini kita jadi faham bahwa mahfuzhat yang menyatakan sabar itu membantu untuk melakukan segala amalan adalah selaras dengan kandungan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut.
Atau, bahkan boleh jadi, orang yang mengemukakan mahfuzhat ini justru mengambil faedah atau kesimpulan dari ayat tersebut. Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
Tulisan Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin pertama kali diunggah pada 1 Agustus 2021
1 thought on “Ash Shobru Yu’inu ‘Ala Kulli ‘amalin Artinya”